FOTO: TIMGLADIATORPAPUA
GLADIATORPAPUA,BALI
Guna melestarikan dan menyelamatkan warisan budaya dari kearifan lokal yang dimiliki agar tetap abadi di masa kini hingga masa depan, kini menjadi konsen Maximus Tipagau yang dijuluki Gladiator Papua.
“Kalau kita berhasil membawa tradisi ini ke masa depan, maka kita akan bisa menjadi trend setter yang akan diikuti pihak lain,” demikian ungkap Maximus Tipagau kala bertemu dan bercengkerama dengan dua pendekar arsitek nusantara, Ir. I Nyoman Popo Priyatna Danes dan Ir. Gregorius Yori Antar di Denpasar-Bali pada Senin (9/5/2022).
Sama halnya dengan dua arsitek ternama nusantara, Maximus pun kini fokus melestarikan warisan budaya dengan sentuhan arsitek lokal agar tidak punah digeser oleh megahnya bangunan modern.
Ini membuat Maximus getol menemui langsung I Nyoman Popo Priyatna Danes dan Gregorius Yori Antar untuk menggeliatkan warisan budaya dengan ilmu arsitektur lokal, selanjutnya mendokumentasikan, juga membangun kembali arsitektur lokal dari warisan budaya leluhur, khususnya rumah-rumah adat jangan sampai terancam atau pun punah.
Dalam pertemuan bersama dua arsitek nusantara, Maximus ingin berkolaborasi dalam rangka pengembangan destinasi pariwisata di wilayah pesisir Mimika, yakni di Kampung Keakwa, Distrik Mimika Tengah, yang mana masih tersimpan sejumlah benda bersejarah eks peninggalan Perang Dunia II.
Dengan melihat potensi pariwisata di Kampung Keakwa, sejak diangkat menjadi anak adat asal Kampung Keakwa dengan diberi klen (marga) Waukateyauw, setelahnya Maximus langsung membangun 10 unit homestay.
Meski sudah banyak warga yang berkunjung dan menikmati wisata di Kampung Keakwa dengan memanfaatkan homestay yang ada, ini belum membuat puas Maximus.
Ia berharap dari tangan dingin I Nyoman Popo Priyatna Danes dan Gregorius Yori Antar, bisa menyulap 10 unit homestay menjadi lebih elegan dan modern dengan tidak menghilangkan arsitek lokal budaya setempat.
“Mereka bilang budaya Papua itu sangat unik dan luar biasa. Untuk arsitek lokal, khususnya bangunan atau rumah adat itu harus diberi sentuhan dengan nuansa natural. Mereka juga senang lihat model bangunan homestay bergaya eropa dan cocok dengan view pantai di depannya,” kata Maximus.
Ia berharap kontribusi nyata I Nyoman Popo Priyatna Danes dan Gregorius Yori Antar dalam pengembangan pariwisata di Mimika-Papua, melalui arsitek lokal yang nanti digarap bisa memberi warna baru sekaligus menarik minat wisata masyarakat, tidak hanya di Timika,Papua, tapi juga Indonesia bahkan wisatawan mancanegara.
Untuk diketahui,I Nyoman Popo Priyatna Danes, lahir di Denpasar pada 6 Februari 1964.
Ia menyelesaikan studi pada jurusan arsitektur Universitas Udayana, Bali, bahkan pernah studi di Rotary Group Study Exchange, Belanda pada April-Juni 1992.
Selain sebagai arsitek, I Nyoman adalah pendiri dan pemimpin Danes art, pendiri dan pemimpin Danes Art veranda sejak 2002- sekarang.
Adapun sejumlah penghargaan yang pernah diraih dan diterima, diantaranya juara 1 kompetisi arsitektur di bali art festival (1986), pengharagaan Arsitektur dari Indonesia Institute of Architects for Architectural Conversation (2002), Juara I ASEAN Energy Award for Tropical Building category (2004 dan 2008).
Sementara, Gregorius Antar Awal, pria kelahiran pada 14 Mei 1962, dijuluki pendekar arsitektur nusantara karena fokusnya dalam melestarikan warisan arsitektur lokal.
Pria lulusan Arsitektur Universitas Indonesia pada tahun 1989 membentuk kelompok Arsitek Muda Indonesia (AMI).
AMI dikenal sebagai kelompok yang memberi warna baru langgam arsitektur di Indonesia khususnya di Jakarta.
Kekhawatiran akan punahnya seni arsitekur lokal yang digeser oleh megahnya bangunan modern, membuat Yori Antar gigih menggali ilmu arsitektur lokal, mendokumentasikan, juga membangun kembali arsitektur nusantara berupa rumah-rumah adat yang terancam punah, termasuk rumah adat Batak.
Sejak 2008, Yori Antar membuat sebuah gerakan yang diberi nama Rumah Asuh. Gerakan tersebut mengajak para mahasiswa terpilih untuk belajar dengan para pemangku dan masyarakat desa selama satu setengah bulan dalam membangun rumah-rumah tradisional di pedesaan di Tanah Air, seperti di Wae Rebo, Flores.
Ada juga beberapa rumah adat di Nias, pembangunan kembali rumah-rumah di desa adat Ratenggaro, Wainyapu, dan rumah budaya di Waetabula, Sumba Barat Daya dan balai pertemuan untuk Musyawarah Adat Lobo Ngata Toro di Sulawesi Tengah.
Yori Antar juga sempat membawa AMI berpameran di Den Haag, Belanda saat krisis moneter pada 1998, dimana banyak biro-biro arsitek yang kesulitan dan tidak sedikit yang gulung tikar.
Pameran arsitektur ini merupakan pameran yang penting untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Arsitektur Indonesia tetap eksis dan pameran arsitektur ini menjadi sebuah peristiwa bersejarah.
Salah satu tripnya yang penting adalah waktu Yori Antar dkk mengunjungi Tibet dan kemudian membuat buku berjudul “Tibet di Otak” yang mendapat kata sambutan istimewa dari Dalai Lama. (timgladiatorpapua)
-
Maximus Gladiator Papua Hadiri Sidang Terbuka Promosi Doktor Bapak Wiratno
-
PT MPAIGELAH RESMIKAN KANTOR BARU
-
Cara Unik Gladiator Papua ” Maximus Tipagau” Bagi Papua Berkat Maximus Tipagau
-
46 Mahasiswa Universitas Cenderawasih Ditarik Usai Laksanakan KKN di Timika
-
Kopi jadi Emas Kedua Papua, Claus : Anak Muda Harus Lihat Peluang Jadi Pelaku Usaha
2 responses to “Maximus Gladiator Papua Bertemu Dua ‘Pendekar’ Arsitek Nusantara”
Sukses selalu bapak max…
Sukses selalu