Jawab Kerinduan Masyarakat Pesisir, Yayasan Somatua Habiskan Rp 1,2 Miliar Bangun Sarana Air Bersih di Keakwa

www.maximusgladiatorpapua.com Mimika – Pengurus Yayasan Somatua terus melakukan karya nyata dengan membantu menanggulangi masalahan air bersih yang selama ini dikeluhkan dan dirindukan masyarakat pesisir Mimika, Papua Tengah.

Menjawab itu, Yayasan Somatua telah membangun fasilitas dan menyediakan air bersih tersebut.

Instalasi fasilitas air bersih yang dibangun di rumah sagu Kampung Keakwa, Distrik Mimika Tengah itu menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,2 Miliar.

Fasilitas water purifying (pemurnian air) dengan sistem Reinforcement Osmosis (RO) ini dibangun, utamanya untuk mendukung pengolahan sagu menjadi tepung sagu yang sementara ini diproduksi oleh Yayasan Somatua dengan dukungan pihak mitra termasuk Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK) dan PT Freeport Indonesia (PTFI).

Selain itu, ketersediaan fasilitas air bersih juga untuk membantu menjawab kebutuhan sehari-hari masyarakat kampung di beberapa distrik pesisir Mimika.

Diketahui, fasilitas pemurnian air dengan sistem RO ini menyedot sumber air dari sungai dan diolah menjadi air bersih siap dikonsumsi.

Matias Natuapoka dan istrinya Clara Ukapoka yang hendak mengambil air bersih kepada Maximus Tipagau, Direktur Yayasan Somatua di rumah sagu Kampung Keakwa, mengaku senang karena sudah bisa menikmati air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

“Saya (Matias-Red) dengan mama, kami dari Kampung Keakwa Lama RT 08 datang ke rumah sagu ini untuk ambil air. Selama ini kami ambil air kali atau berharap air hujan, tapi sekarang sudah ada air bersih, kami senang sekali. Terima kasih anak Maximus yang sudah lihat kami di kampung,” ujar Matias penuh senyum.

Selain Matias, ada pula warga lain yang terus berdatangan hanya untuk mengambil air bersih di rumah sagu.

Pasalnya, sejak pabrik sagu yang didirikan Tahun 2014 oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK), kini Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro, dalam proses produksi sagu menjadi tepung sagu harus menggunakan air bersih.

Karenanya, setelah dibangun, menyusul diresmikan pada 27 Oktober 2017 lalu oleh Mgr. John Philip Saklil, Pr selaku Uskup Keuskupan Timika pada waktu itu, pabrik sagu tersebut tidak beroperasi secara maksimal.

Padahal, pabrik tersebut dibangun melalui program community development PT Freeport
Indonesia yang dikelola oleh LPMAK yang merupakan lembaga nirlaba PTFI.

Karena pabrik sagu tidak beroperasi dan sangat disayangkan karena sebagian fasilitas maupun sarana prasarana mulai rusah, maka pada tahun 2020, pengelolaan pabrik sagu diberikan kepada Yayasan Somatua sebagai pelaksana.

Selanjutnya, oleh Yayasan Somatua bersama sejumlah pihak terkait lainnya melakukan beberapa peyesuaian manajemen operasi hingga penetapan harga beli bahan mentah sagu dari masyarakat yang ditetapkan Rp 50 Ribu per meter per batang pohon sagu yang oleh warga setempat disebut mot.

Kendati sempat menciptakan pro dan kontra diantara masyarakat, sehingga Maximus Tipagau, Direktur Yayasan Somatua bersama tim butuh waktu kurang lebih 2 tahun untuk meyakinkan sekaligus menciptakan kemandiri bagi masyarakat melalui produksi sagu.

“Syukur karena dengan perubahan managemen serta dukungan masyarakat, akhirnya sagu yang dibeli dari masyarakat kampung pesisir di Distrik Mimika Tengah berhasil diproduksi menjadi Tepung Sagu Timika Papua dalam kemasan karung berukuran 50 kilogram,” ungkap Maximus Tipagau saat berkunjung ke rumah sagu Kampung Keakwa pada Senin (22/5/2023) lalu.

Ia pun masih berharap dukungan masyarakat aka kelangsungan produksi sagu sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

“Sekarang saya datang tidak kasih gula atau kopi, tapi saya datang kasih uang dengan beli bahan mentah sagu. Yang mau kerja pasti dapat uang dari hasil jual batang pohon sagu utuh. Selain dapat uang, kami juga kasih sagu dan bisa ambil air bersih sebelum kembali ke kampung. Kalau sebelumnya minum air kotor atau air hujan, sekarang kita lebih sehat karena konsumsi air bersih,” kata Maximus.

Ia menambahkan, dengan air bersih yang cukup, masyarakat kampung setempat juga dapat mencegah penyebaran berbagai macam penyakit kulit.

Selanjutnya, Herman Mumukare, warga RT 01 Kampung Baru Keakwa pun mengaku masyarakat sangat terbantu dengan adanya fasilitas air bersih yang disediakan Yayasan Somatua.

“Selama ini anak Maximus sudah banyak bantu kami, ini karena kita Amungme Kamoro adalah satu,” tandasnya.(TimGladiatorPapua).

, , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *